Salah satu tantangan terbesar dalam peningkatan potensi kelapa sawit di Indonesia adalah gulma. Secara sederhana gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki di pertanaman. Hal ini disebabkan karena gulma mengadakan persaingan dengan tanaman pokok.Tjitrosoedirdjo (1984) menyatakan bahwa gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui.
Menurut Pahan (2008) kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan.
Selanjutnya Hakim (2007) menambahkan, kelapa sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah satu faktornya adalah jarak tanam tanaman ini lebih lebar, sehingga penutupan tanah oleh kanopi lambat membuat cahaya matahari leluasa mencapai permukaan tanah yang kaya dengan potensi gulma.
Pahan (2008) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu ilalang di piringan dan gawangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan. Ilalang di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai dengan populasi ilalang yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia. Gulma berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu. Kegiatan pemeliharaan berperan penting dalam upaya peningkatan produksi kelapa sawit. Salah satu kegiatan utama dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian gulma.
Pahan (2008) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu ilalang di piringan dan gawangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan. Ilalang di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai dengan populasi ilalang yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia. Gulma berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu. Kegiatan pemeliharaan berperan penting dalam upaya peningkatan produksi kelapa sawit. Salah satu kegiatan utama dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian gulma.
Tumbuhan yang lazim menjadi gulma mempunyai beberapa ciri yang khusus yaitu :
- Pertumbuhannya cepat
- Mempunyai daya saing yang kuat dalam perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup.
- Mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang ekstrim.
- Mempunyai daya berkembang-biak yang besar baik secara generatif, vegetatif atau kedua-duanya.
- Alat perkembang-biakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang.
- Biji mempunyai sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
Beberapa laporan menginformasikan pengaruh gulma pada perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi produksi panen kelapa sawit. Mikania micrantha misalkan, dilaporkan dapat menurunkan produksi Tandan Buah Segar (TBS) sebesar 20% karena pertumbuhannya sangat cepat dan mengeluarkan zat alelopati yang bersifat racun bagi tanaman.
Kerugian–kerugian yang ditimbulkan oleh gulma:
- Pengaruh persaingan dalam perebutan unsur hara, sehingga mengurangi kandungan unsur hara
- Persaingan dalam pengambilan air/ mengganggu tata drainase
- Menyulitkan pengawasan di lapangan
- Membelit tanaman sehingga menurunkan estetika kebun
Berdasarkan kerugian tersebut, maka pengelola perkebunan kelapa sawit mengharapkan adanya metode pengendalian yang efektif dan efisien. Pemikiran tersebut akan membawa para pengelola perkebunan untuk menggunakan pestisida kimia sintetik secara berlebihan, karena pestisida tersebut dianggap merupakan pengendalian OPT di perkebunan kelapa sawit yang efektif dan efisien. Terkait dengan pengendalian OPT, termasuk gulma, harus mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, menyebutkan bahwa perlindungan tanaman harus dilakukan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT).
Pengendalian gulma merupakan subjek yang sangat dinamis dan perlu strategi yang khas untuk setiap kasus. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan yaitu:
- jenis gulma dominan
- tumbuhan budidaya utama
- alternatif pengendalian yang tersedia
- dampak ekonomi dan ekologi bagi inang predator dan parasitoid
- Pengendalian gulma terpadu dapat dilakukan dengan cara:
- Pelestarian tumbuhan liar berguna
- eksplorasi musuh alami
- aplikasi herbisida secara spesifik dan selektif
Menurut Rambe, dkk ada beberapa konsep pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit yang telah dilaksanakan yaitu:
1. Melestarikan tumbuhan liar yang berguna sebagai inang predator atau parasitoid
2. Memusnahkan gulma berbahaya
3. Membatasi pertumbuhan gulma lunak
4. Menerapkan komponen pengendalian gulma terpadu dengan memberdayakan seluruh komponen pengendalian, meliputi cara kultur teknis, biologi, preventif dan pengendalian kimiawi secara selektif dan spesifik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pengertian dari pengendalian gulma (control) harus dibedakan dengan pemberantasan (eradication). Pengendalian gulma (weed control) dapat didefinisikan sebagai proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien.
Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan dan atau mengurangi populasinya sampai pada tingkat dimana penurunan produksi yang terjadi tidak berarti atau keuntungan yang diperoleh dari penekanan gulma sedapat mungkin seimbang dengan usaha ataupun biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomik atau tidak melampaui ambang ekonomik (economic threshold), sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol.
Sedangkan pemberantasan merupakan usaha mematikan seluruh gulma yang ada baik yang sedang tumbuh maupun alat-alat reproduksinya, sehingga populasi gulma sedapat mungkin ditekan sampai nol. Pemberantasan gulma mungkin baik bila dilakukan pada areal yang sempit dan tidak miring, sebab pada areal yang luas cara ini merupakan sesuatu yang mahal dan pada tanah miring kemungkinan besar menimbulkan erosi. Eradikasi pada umumnya hanya dilakukan terhadap gulma-gulma yang sangat merugikan dan pada tempat-tempat tertentu.
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman pokok.
Pelaksanaan pengendalian gulma hendaknya didasari dengan pengetahuan yang cukup mengenai gulma yang bersangkutan. Apakah gulma tersebut bersiklus hidup annual, biennial ataupun perennial, bagaimana berkembang biaknya, bagaimana sistem penyebarannya, bagaimana dapat beradaptasi dengan lingkungan dan dimana saja distribusinya, bagaimana bereaksi terhadap perubahan lingkungan dan bagaimana tanggapannya terhadap perlakuan-perlakuan tertentu termasuk penggunaan zat–zat kimia berupa herbisida.
Pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanannya di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis) dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya.
Terdapat beberapa metode/cara pengendalian gulma yang dapat dipraktekkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma sangat penting mengetahui cara-cara pengendalian guna memilih cara yang paling tepat untuk suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh disuatu daerah.
Cara Pengendalian Gulma
- Pengendalian dengan upaya preventif (pembuatan peraturan/perundangan, karantina, sanitasi dan peniadaan sumber invasi).
Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian akibat invasi gulma adalah pencegahan (preventif). Pencegahan dimaksud untuk mengurangi pertumbuhan gulma agar usaha pengendalian sedapat mungkin dikurangi atau ditiadakan.
Pencegahan sebenarnya merupakan langkah yang paling tepat karena kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, namun demikian tidak selalu lebih mudah. Pengetahuan tentang cara-cara penyebaran gulma sangat penting jika hendak melakukan dengan tepat.
A. Peniadaan Sumber Invasi dan Sanitasi
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk meniadakan sumber invasi adalah :
- Menggunakan biji tanaman yang bersih dan tidak tercampur biji lain terutama biji-biji gulma.
- Menghindari penggunaan pupuk kandang yang belum matang.
- Membersihkan tanah-tanah yang berasal dari tempat lain, tubuh dan kaki ternak dari biji-biji gulma.
- Mencegah pengangkutan tanaman beserta tanahnya dari tempat-tempat lain, karena pada bongkahan tanah tersebut kemungkinan mengandung biji-biji gulma.
- Pembersihan gulma dipinggir-pinggir sungai dan saluran air.
- Menyaring air pengairan agar tidak membawa biji-biji gulma ke petak-petak pertanaman yang diairi.
B. Karantina Tumbuhan
Karantina tumbuhan bertujuan mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan lewat perantaraan lalu-lintas/perdagangan. Karantina tumbuhan merupakan cara pengendalian tidak langsung dan relatif paling murah
- Kultur Teknis
Implementasi kultur teknis dilakukan dengan penanganan kacangan untuk menyaingi pertumbuhan gulma pada tanaman kelapa sawit fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).
Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan menggunakan praktek-praktek budidaya, antara lain :
- Penanaman jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tanah.
- Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutup ruang kosong.
- Pemupukan yang tepat untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya saing tanaman terhadap gulma.
- Pengaturaan waktu tanam dengan membiarkan gulma tumbuh terlebih dahulu kemudian dikendalikan dengan praktek budidaya tertentu.
- Penggunaan tanaman pesaing (competitive crops) yang tumbuh cepat dan berkanopi lebar sehingga memberi naungan dengan cepat pada daerah di bawahnya.
- Modifikasi lingkungan yang melibatkan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma tertekan.
A. Rotasi Tanaman (Crop Rotation)
Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman sebenarnya bertujuan memanfaatkan tanah, air, sinar matahari dan waktu secara optimum sehingga diperoleh hasil yang memadai. Dengan pergiliran tanaman maka pada umumnya permukaan tanah akan selalu tertutup oleh naungan daun tanaman, sehingga gulma tertekan.
B. Sistem Bertanam (Croping System)
Perubahan cara bertanam dari monokultur ke polikultur (intercropping atau multiple croping) dapat mempengaruhi species gulma yang tumbuh sehingga menimbulkan perbedaan interaksi dalam kompetisi.
Cara penanaman tumpang sari, tumpang gilir, tanaman sela atau lainnya ternyata dapat menekan pertumbuhan gulma, karena gulma tidak sempat tumbuh dan berkembang biak akibat sinar matahari serta tempat tumbuhnya selalu terganggu.
C. Pengaturan Jarak Tanam (Crop Density)
Peningkatan kepadatan tanaman meningkatkan efek naungan terhadap gulma sehingga mengurangi pertumbuhan dan reproduksinya. Meskipun demikian pada jarak tanam yang sempit mungkin tanaman budidaya memberikan hasil relatif kurang. Oleh sebab itu sebaiknya penanaman dilakukan pada jarak tanam yang optimal.
D. Pemulsaan (Mulching)
Mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan tanah dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta berbagai jenis gulma dewasa mati. Disamping mempertahankan kelembaban tanah, mulsa akan mempengaruhi temperatur tanah
.
.
E. Tanaman Penutup Tanah (Legum Cover Crop-LCC)
Sering disebut tanaman pelengkap (smother crops) atau tanaman pesaing (competitive crops). Sebagai tanaman penutup tanah biasa digunakan tanaman kacang-kacangan (leguminosae) karena selain dapat tumbuh secara cepat sehingga cepat menutup tanah tetapi dapat juga digunakan sebagai pupuk hijau.
Sifat penting yang diperlukan bagi tanaman penutup tanah adalah harus dapat tumbuh dan berkembang cepat sehingga mampu menekan gulma.
Jenis-jenis leguminosae yang biasa digunakan adalah Calopogonium muconoides (CM), Calopogonium caerelum (CC), Centrosoma pubescens (CP) dan Pueraria javanica (PJ).
Jenis-jenis leguminosae yang biasa digunakan adalah Calopogonium muconoides (CM), Calopogonium caerelum (CC), Centrosoma pubescens (CP) dan Pueraria javanica (PJ).
Selain pertumbuhan cepat sifat lainnya yang dikehendaki adalah tidak menyaingi tanaman pokok. Apabila pertumbuhannya terlalu rapat maka harus dilakukan pengendalian dengan cara pembabatan atau dibongkar untuk diganti dengan penutup tanah yang lainnya.
Penggunaan tanaman penutup tanah untuk mencegah pertumbuhan gulma-gulma berbahaya (noxious) terutama golongan rumput merupakan cara kultur teknis yang dipandang paling berhasil diperkebunan.
- Biologis
Pengendalian secara biologi dilakukan dengan mengembangkan tumbuhan liar berguna serta introduksi dan eksplorasi musuh alami gulma. Tumbuhan liar berperan sebagai inang dari predator/parasitoid terhadap ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS). Pengendalian gulma terpadu dilakukan untuk menghindari ketergantungan dari bahan kimia yaitu melalui eksplorasi musuh alami gulma.
Pengendalian hayati (biological control) adalah penggunaan biota untuk melawan biota. Pengendalian hayati dalam arti luas mencakup setiap usaha pengendalian organisme pengganggu dengan tindakan yang didasarkan ilmu hayat (biologi). Berdasarkan hal ini maka penggunaan Legum Cover Crops (LCC) kadang-kadang juga dimasukkan sebagai pengendalian hayati.
Pengendalian hayati pada gulma adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-musuh alami baik hama (insekta), penyakit (patogen), jamur dan sebagainya guna menekan pertumbuhan gulma. Hal ini biasa ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas di suatu daerah. Pemberantasan gulma secara total bukanlah tujuan pengendalian hayati karena dapat memusnahkan agen-agen hayati yang lain.
A. Pengendalian Alami dan Hayati
Berdasarkan campur tangan yang terjadi maka dibedakan antara pengendalian alami dan pengendalian hayati. Perbedaan utama terletak pada ada atau tidaknya campur tangan manusia dalam ekosistem. Dalam pengendalian alami disamping musuh alami sebagai pengendali hayati masih ada iklim dan habitat sebagai faktor pengendali non hayati. Sedang pada pengendalian hayati ada campur tangan manusia yang mengelola gulma dengan memanipulasi musuh alaminya.
Pengendalian hayati merupakan metode yang paling layak dan sekaligus paling sulit dipraktekkan karena memerlukan derajat ketelitian tinggi dan serangkaian test dalam jangka waktu panjang (bertahun-tahun) sebelum suatu organ pengendali hayati dilepas untuk pengendalian suatu species gulma. Dasar pengendalian hayati adalah kenyataan bahwa di alam ada musuh-musuh alami yang mampu menekan beberapa species gulma.
B. Musuh–musuh Alami Gulma
Ada beberapa syarat utama yang dibutuhkan agar suatu makhluk dapat digunakan sebagai pengendali alami :
- Makhluk tersebut tidak merusak tanaman budidaya atau jenis tanaman pertanian lainnya, meskipun tanaman inangnya tidak ada.
- Siklus hidupnya menyerupai tumbuhan inangnya, misalnya populasi makhluk ini akan meningkat jika populasi gulmanya juga meningkat.
- Harus mampu mematikan gulma atau paling tidak mencegah gulma membentuk biji/berkembang biak.
- Mampu berkembang biak dan menyebar ke daerah-daerah lain yang ditumbuhi inangnya.
- Mempunyai adaptasi baik terhadap gulma inang dan lingkungan yang ditumbuhinya.
- Pengendalian kimiawi secara selektif dan spesifik
Pengendalian gulma dengan menggunakan senyawa kimia tanpa mengganggu tanaman pokok dikenal dengan nama “Herbisida“.
Kelebihan dan keuntungan penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma antara lain:
- Herbisida dapat mengendalikan gulma yang tumbuh bersama tanaman budidaya yang sulit disaingi.
- Herbisida pre-emergence mampu mengendalikan gulma sejak awal.
- Pemakaian herbisida dapat mengurangi kerusakan akar dibandingkan pengerjaan tanah waktu menyiangi secara mekanis.
- Erosi dapat dikurangi dengan membiarkan gulma (rumput) tumbuh secara terbatas dengan pemakaian herbisida.
- Banyak gulma yang bersifat pohon lebih mudah dibasmi dengan herbisida.
- Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar.
- Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa.
Disamping kelebihan dan keuntungan, herbisida mempunyai keurangan-kekurangan yang dapat merugikan, antara lain dapat menimbulkan :
- Efek samping
- Species gulma yang resisten
- Polusi
- Residu dapat meracuni tanaman.
Penggunaan herbisida yang berhasil sangat tergantung akan kemampuannya untuk membasmi beberapa jenis gulma dan tidak membasmi jenis-jenis lainnya (tanaman budidaya). Cara kerja yang selektif ini merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan suatu herbisida.
Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi keberhasilannya atau selektifitas herbisida, yaitu :
Faktor Tanaman :
Umur dan kecepatan pertumbuhan.
Struktur luar seperti bentuk daun ( ukuran dan permukaan ), kedalaman akar, lokasi titik tumbuh, dll
Struktur dalam seperti translokasi dan permeabilitas membran / jaringan
Proses-proses biokimia seperti pengaktifan enzim, herbisida, dll
Faktor Herbisidanya :
Struktur
Konsentrasi
Formulasi (cair atau granular)
Faktor Lingkungan :
Temperatur,
Cahaya,
Hujan,
Faktor-faktor tanah
Cara Pemakaian/Aplikasi :
Tipe herbisida (digunakan ke tanah, ke tanaman),
Volume penyemprotan,
Ukuran butiran semprotan,
Waktu penyemprotan.
Aplikasi herbisida yang umum, khususnya area piringan, dilakukan secara rutin tanpa melihat penutupan gulma. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan herbisida dari waktu ke waktu relatif konstan dan pada kondisi tertentu akan terjadi pemakaian herbisida yang berlebihan. Beberapa kebijakan yang saat ini diterapkan adalah dengan melalukan penyemprotan herbisida secara selektif yakni pada area piringan, jalan pikul, dan tempat pemungutan hasil (TPH) berdasarkan kriteria penutupan gulma.
- Eksplorasi herbisida pengganti senyawa toksik dan alternasi herbisida
Jenis herbisida yang sangat toksik yaitu paraquat, yang merupakan bagian dari kelompok senyawa biosisten yang lebih sulit terdegradasi secara biologi karena paraquat relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH normal.
Pengendalian/pemberantasan gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada dua tempat, yaitu di piringan dan gawangan. Ada tiga jenis gulma yang perlu dikendalikan, yaitu (1) alang-alang di piringan dan gawangan, (2) rumput-rumputan di piringan, serta (3) tumbuhan pengganggu/anak kayu di gawangan.
Budi, (2009) menjelaskan bahwa pelaksanaan pemeliharaan piringan dan gawangan, harus memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
- P0 = menyingkirkan semua gulma, kacangan bersih dari gulma (kacangan 100%) umur 0-6 bulan, rotasi 2 minggu.
- P 1 = kacangan 85%, rumput lunak 15%, umur 7-12 bulan, rotasi 3 minggu.
- P 2 = kacangan 70%, rumput lunak 30%, umur 12- 18 bulan, rotasi 3 minggu.
- P 3 = kacangan bercampur dengan rumput lunak, bebas dari lalang dan anakan kayu, umur > 18 bulan rotasi 4 minggu.
Uraian tentang norma-norma kelas penyiangan di perkebunan sebagai berikut :
Kelas Penyiangan Uraian
P0 Dalam kelas ini, secara normatif hanya tanaman kelapa sawit yang diperkenankan tumbuh dan kacang-kacangan (leguminosae). Namun menjelang setiap rotasi penyiangan dapat diperbolehkan tumbuh gulma golongan A, B, dan C dengan persentase penutupan 5-25% dan tinggi 5-10 cm bergantung pada umur tanaman kelapa sawit. Gulma yang masih dapat dibolehkan tumbuh selain kacang-kacangan adalah : rumput lunak seperti Ageratum, Cyrtococcum, Paspalum, Ottochloa dan lain-lain. Gulma yang tidak boleh tumbuh adalah golongan D dan E, yaitu Eupatorium, Lantana, Melastoma, Colocasia (keladi) dan gulma berduri. Kelas penyiangan P0 terdapat di piringan pohon umur 0-1 tahun.
P1 Secara normatif dalam kelas P1 hanya penutup tanah kacang-kacangan yang diperkenankan tumbuh. Namun menjelang setiap rotasi penyiangan, gulma golongan B dan C diperbolehkan tumbuh dengan persentase penutupan maksimum 25% dan tinggi maksimum 30 cm. Jenis gulma yang diperbolehkan tumbuh adalah rumput lunak berdaun lebar maupun berdaun pita dari golongan B dan C. Gulma yang tidak dapat ditoleransi tumbuh adalah golongan D dan E seperti gulma berdaun pita tangguh Brachiaria mutica, Imperata cylindrical; gulma alelopati Mikania; gulma berkayu Eupatorium, Lantana dan lain-lain. Kelas penyiangan P1 terdapat dalam gawangan tanaman TBM.
P2 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan, gulma lunak berdaun pita maupun berdaun lebar diperbolehkan tumbuh dengan penutupan 25-50% dan tinggi 20 cm bergantung pada umur tanaman. Gulma yang tidak diperbolehkan tumbuh adalah gulma berkayu seperti Eupatorium, Lantana; gulma berbahaya seperti Imperata cylindrical, Mikania serta gulma berduri (golongan D dan E). Kelas penyiangan P2 terdapat pada jalur Tanaman Menghasilkan (TM).
P3 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan, gulma lunak rumput-rumputan dan gulma berdaun lebar dari golongan A, B dan C diperbolehkan tumbuh menutup tanah 100%, tetapi tingginya dikendalikan maksimum 30 cm. Pengendalian dapat dilakukan dengan membabat. Gulma golongan D dan E tidak diperbolehkan tumbuh sehingga perlu diberantas dengan interval tertentu. Kelas penyiangan P3 terdapat pada gawangan TM sampai berumur 15-20 tahun.
P4 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan dan gulma umum rumput-rumputan, berdaun lebar dan gulma berkayu terkecuali gulma golongan E seperti lalang (Imperata cylidrica), Mikania, diperbolehkan tumbuh asalkan tumbuhnya tidak melebihi 30 cm. Kelas penyiangan P4 terdapat pada gawangan Tanaman Menghasilkan (TM ) berumur lebih dari 15-20 tahun.
P5 Kelas penyiangan dimana kacang-kacangan, gulma lunak rumput-rumputan, gulma berdaun lebar dan gulma perdu berkayu diperkenan tumbuh kecuali gulma golongan E seperti lalang (Imperata cylindrical), Mikania dan lain-lain. Kelas penyiangan P5 terdapat pada areal tanaman menjelang diremajakan.
Pekerjaan penyiangan (P) atau weeding (W) pada TBM dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
TBM 1 : W1 penutup tanah seluruhnya (100%) kacangan. Rumput-rumput gulma lain dibersihkan semuannya.
TBM 2 : W1 seperti pada TBM 1
TBM 3 : W3 yaitu 70% kacangan + 30% gulma lunak; bebas lalang. Gulma yang diberantas adalah jenis gulma jahat yakni; lalang, mikania, pahitan, pakis, dan teki.
Apapun defenisi yang dibuat oleh pera ahli tentang gulma yang pasti adalah kita ingin tahu apakah kita merasa terganggu oleh tumbuhan atau tanaman yang ada di sekitar tanaman yang sedang kita usahakan, maka itu adalah gulma. Pengendalian Gulma pada kelapa sawit dan perkebunan dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang manual, mekanis dan kimiawi atau kombinasinya
Pengendalian gulma secara manual :
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih peralatan untuk digunakan dalam pengendalian gulma adalah sistem perakaran, umur tanaman, kedalaman dan penyebaran sistem perakaran, umur dan luas infestasi, tipe tanah, topografi, serta kondisi cuaca/iklim.
A. Pengolahan Tanah (Land Preparation)
Pengolahan tanah dengan alat-alat seperti cangkul, bajak, garu, traktor dan sebagainya, pada umumnya berfungsi untuk mengendalikan gulma.
Pengolahan tanah pada prinsipnya melepaskan ikatan antara gulma dengan media tempat tumbuhnya. Efektivitas pengolahan tanah dalam pengendalian gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup gulma dan tanamannya, dalam dan penyebaran perakaran, lama dan luasnya infestasi, macam tanaman yang dibudidayakan, jenis tanah, topografi dan iklim.
B. Penyiangan (Weeding)
Penyiangan yang tepat biasanya dilakukan pada saat pertumbuhan aktif dari gulma. Penundaan sampai gulma berbunga mungkin tak hanya gagal membongkar akar gulma secara maksimum, tetapi juga gagal mencegah tumbuhnya biji-biji gulma yang viabel sehingga memberi kesempatan untuk perkembangbiakan dan penyebarannya.
Penyiangan sesudah gulma dewasa akan banyak membongkar akar tanaman dan menimbulkan kerusakan fisik. Sedang penyiangan yang terlalu sering akan menimbulkan kerusakan akar tanaman pokok
C. Pencabutan (Hand Pulling)
Pencabutan dengan tangan ditujukan untuk gulma annual dan biennial. Pelaksanaan pencabutan gulma terbaik adalah pada saat sebelum pembentukan biji, sedang pencabutan pada saat gulma sudah dewasa mengakibatkan kemungkinan adanya bagian bawah gulma yang tidak tercabut sehingga tumbuh kembali.
D. Pembabatan (Mowing)
Pembabatan pada umumnya hanya efektif untuk mengendalikan gulma-gulma yang bersifat setahun (annual) dan kurang efektif untuk gulma tahunan (perennial). Efektivitas cara ini sangat ditentukan oleh saat dan interval pembabatan. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada saat daun gulma sedang tumbuh lebat, menjelang berbunga dan sebelum membentuk biji.
E. Pembakaran (Burning)
Pembakaran merupakan salah satu cara mengendalikan gulma. Suhu kritis yang menyebabkan kematian (Termodeash Point) pada sel adalah 45–55º C, tetapi biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhan yang hidup.
Sebenarnya yang dimaksud dengan pembakaran adalah penggunaan api untuk pengendalian gulma dengan alat pembakar (burner) seperti alat untuk mengelas, flame cultivator atau weed burner yang menggunakan bahan bakar butane dan propone. Atau pembakaran dengan memberikan panas dalam bentuk uap (sceaming), terutama dalam usaha mematikan biji gulma pada tempat-tempat tertentu seperti pembuatan bedengan.
F. Penggenangan
Bila tersedia air, penggenangan dapat mengurangi pertumbuhan gulma. Cara ini biasa digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma darat (terrestrial). Penggenangan efektif untuk mengendalikan gulma tahunan. Caranya dengan membuat galangan pembatas dengan tinggi genangan 15-25 cm selama 3–8 minggu. Sebagian besar gulma tidak berkecambah pada kondisi anaerob.
Pengendalian Gulma secara mekanis :
- Mengunakan mesin babat
- Menggunakan traktor tangan
- Menggunakan traktor
Tujuan pengendalian alang-alang di piringan dan gawangan yaitu untuk menghentikan perkembangbiakannya karena alasan sebagai berikut:
- Pertumbuhan populasi alang-alang sangat cepat (dengan bunga dan rhizoma).
- Ditinjau dari segi penyediaan bahan organik, alang-alang tidak/kurang memberikan kontribusi.
- Pada kondisi populasi yang tinggi, alang-alang sangat berperan sebagai penyulut terjadinya kebakaran.
- Alang-alang menyerap unsur hara yang disimpan dalam rhizoma.
Sedangkan tujuan pengendalian rumput di piringan dibedakan berdasarkan jenis tanamannya, sebagai berikut:
- Pada TBM, pengendalian rumput dapat mengurangi kompetisi unsur hara karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan/pokok.
- Pada TBM dan TM, pengendalian rumput ditujukan untuk memudahkan kontrol pemupukan.
- Mengurangi kompetisi hara, air, dan sinar matahari.
- Mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lain.
- Menekan populasi hama, terutama pada TBM.
Alang-alang adalah gulma yang sangat berbahaya dan mutlak harus dikendalikan. Pengendalian alang-alang mendapat perhatian serius karena gulma ini sangat merugikan dan mudah berkembang biak secara cepat.
Program pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit difokuskan pada daerah piringan dan gawangan. Sasaran jenis gulma utama yang perlu dikendalikan diantaranya alang-alang, rumput-rumputan lainnya dan gulma berdaun lebar (termasuk berbagai jenis anak kayu).
Vegetasi alang-alang (Imperata cylindrica) harus diberantas hingga tuntas karena memiliki banyak biji dan tunas dorman sepanjang akar sulur (ryzoma) yang membuatnya mampu berkembang biak secara cepat di hamparan luas, disamping sangat sedikit jenis tanaman lain yang mampu menyainginya. Vegetasi alang-alang yang luas dan padat beresiko mengakibatkan tanaman kelapa sawit mengalami defisiensi nitrogen (N) dan fosfat (P), selain menjadikannya rawan terhadap bahaya kebakaran.
Daerah Pengendalian Gulma
1. Pemeliharaan Piringan
Piringan adalah area di sekeliling tanaman pada radius kurang dari 1,5 m. Dalam budidaya kelapa sawit, piringan harus terus dipelihara agar selalu dalam keadaan bebas dari gulma. Selain untuk meminimalisasi persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman dan gulma, pemeliharaan piringan juga penting dilakukan untuk menghindari kerusakan tanaman akibat efek negatif gulma, mendukung kegiatan pemeliharaan tanaman lainnya, dan mempermudah kegiatan pengawasan dan panen pada fase tanaman menghasilkan.
Pemeliharaan piringan dilakukan dengan membersihkan gulma yang terdapat di dalam radius 1,5 m dari tanaman baik itu dilakukan secara mekanis seperti dikored, dibabat, dan dicangkul, maupun secara kimiawi dengan aplikasi herbisida. Untuk tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun, pemeliharaan piringan sebaiknya dilakukan secara mekanis. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan daun, karena penggunaan herbisida sangat berisiko merusak daun-daun muda tanaman.
Pemeliharaan piringan dilakukan dengan rotasi 1—2 bulan sekali tergantung kebutuhan. Umumnya, pada musim hujan rotasi pemeliharaan piringan dilakukan lebih rapat karena pertumbuhan gulma akan lebih cepat dibandingkan musim kemarau.
LCC yang tumbuh merambat di gawangan selain memberikan banyak keuntungan bagi tanaman, keberadaanya yang tidak terkendali juga dapat menimbulkan kerugian seperti pertumbuhan sulur yang merambat ke arah piringan tanaman hingga membelit pelepah dan pohon kelapa sawit. Keadaan ini akan menyulitkan kegiatan pemeliharaan lainnya seperti pengendalian gulma, pemeliharaan piringan, penunasan dan kastrasi, serta pemupukan. Pemeliharaan LCC mutlak perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut. Pemeliharaan dilakukan dengan mengendalikan arah tumbuh sulur agar tidak merambat ke arah piringan tanaman. Sulur- sulur LCC yang merambat ke arah piringan harus dirubah arahnya gar tidak masuk ke dalam area piringan, sedangkan untuk sulur yang sudah menjalar di area piringan atau bahkan sudah membelit tanaman kelapa sawit perlu dipangkas.
2. Pengendalian gulma pada gawangan
Pengendalian Gulma secara teratur harus dilakukan pada 24 bulan pertama untuk memastikan bahwa LCC tumbuh dengan subur. Tumbuhnya Gulma ringan seperti Ottochloa nodosa, Paspalum conyugatum, Axonopus compresus, Cynodon dactylon, Digitaria fuscense dll dapat di toleransi. Sedangkan anak kayu dan gulma lain harus dibasmi.
Gulma yang benar-benar harus di basmi adalah Mikania micrantha. Pembasmian dilakukan dengan penyemprotan Flouroxpyr (Starane). MUTLAK HARUS DIPERHATIKAN AGAR BUTIRAN SEMPROT TIDAK TERKENA LANGSUNG PADA TANAMAN MUDA. 2.4 D. amine tidak boleh digunakan pada tanaman muda sampai umur 48 bulan.
Untuk mengurangi kompetisi hara, air dan sinar matahari dengan tanaman kelapa sawit, mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan
Gulma Target
1. Pengendalian alang-alang sheet
Metode yang efektif untuk mengendalikan vegetasi alang-alang yang luas (sheet) adalah dengan cara penyemprotan herbisida kimia, yaitu dengan produk herbisida yang mengandung bahan aktif glifosat. Alternatif lainnya menggunakan herbisida berbahan aktif sulfosat atau imazapir, namun produk lama yang pernah direkomendasikan sebelumnya telah habis ijin pendaftarannya atau tidak lagi beredar di pasaran sehingga untuk menggantikannya harus dilakukan kembali penelitian terhadap produk baru dari produsen yang sama atau merek lainnya.
Keterangan :
Volume semprot medium (450 – 600 liter/ha) dipakai jika pertumbuhan alang-alang cukup tebal atau kecepatan angin cukup tinggi di areal yang akan disemprot.
Senyawa glifosat bersifat sistemik purna tumbuh dan non residual untuk menghambat sintesa protein dan asam amino aromatic pada jaringan alang-alang. Efek herbisida tersebut yang terlihat pada tubuh alang-alang yang kontak setelah 2 – 4 hari disemprotkan adalah menguning dan layu secara bertahap, dan beberapa minggu kemudian menjadi coklat terbakar dan akar sulurnya rusak atau membusuk.
Selama penyemprotan herbisida glifosat harus dihindari terjadi percikan liar yang mengenai pelepah kelapa sawit sebab beresiko menyebabkan pertumbuhan abnormal pada pelepah muda. Oleh karena itu pengendalian alang-alang di areal tanaman baru (umur < 1 tahun) dilakukan secara manual untuk mencegah tanaman muda yang masih rawan tersebut mengalami kerusakan akibat percikan larutan semprot herbisida yang terbawa angin. Selain itu jadwal penyemprotan glifosat harus ditunda jika cuaca mendung (berawan tebal yang berpotensi turun hujan < 6 jam kemudian) karena berpengaruh mengurangi efektifitasnya terhadap alang-alang. Waktu terbaik penyemprotan herbisida glifosat adalah di pagi hari ketika angin belum begitu kuat berhembus, serta dilakukan pada stadia alang-alang yang diperkirakan anakannya sudah muncul semua di permukaan tanah dan sebelum mulai berbunga.
2. Pengendalian alang-alang sporadis
Mengendalikan alang-alang yang tumbuh sporadis (terpencar-pencar) lebih tepat secara spot-spraying, dan kemudian dilakukan kontrol alang-alang secara ”wiping” jika perkembangannya semakin terbatas.
Metode wiping menggunakan kain katun berukuran 3 x 12 cm yang sudah dicelupkan dalam larutan herbisida glifosat 360 g/l (konsentrasi 1,0% – 1,3 % dalam pelarut air) + surfaktan (0,5%), kemudian kain tersebut dibalutkan pada tiga jari tangan setelah sedikit diperas. Selanjutnya balutan kain basah tersebut disapukan (wiping) secara merata pada setiap helai daun alang-alang (dimulai dari batang bawah sampai ke ujung daunnya). Gulma menjalar dan serasah yang menutupi rumpun alang-alang harus dibersihkan dahulu sebelum wiping dengan menggunakan arit kecil (guris), namun jangan sampai menyebabkan batang dan daun alang-alang menjadi pecah, putus atau tercabut. Ujung daun yang sudah diwiping kemudian harus diputuskan sekitar 1 cm untuk membedakan dengan helai daun lainnya yang belum dikerjakan.
3. Pengendalian Gulma berkayu (Anak kayu), Bambu & Anakan Sawit Liar
Jenis-jenis gulma berkayu, antara lain :- Chromolaena odorata (Eupatorium odoratum)
- Melastoma malabathricum
- Lantana camara
- Clidemia hirta
Teknik pengendalian manual dilakukan dengan menggunakan alat cados (cangkul kecil dengan lebar + 14 cm) dengan cara membongkar gulma sampai perakarannya.
Manual
Lakukan pekerjaan Manual terlebih dahulu (babat kandas) norma tergantung pada kondisi lahan.
Lakukan pekerjaan Manual terlebih dahulu (babat kandas) norma tergantung pada kondisi lahan.
- Berat ( > 60 % terisi bambu) : norma 5-6 HK/ Ha
- Sedang ( 40 – 60 % ) Norma 4 HK /ha
- Ringan (< 40 %) Norma 2,5 – 3 HK/ha
- Prapurna tumbu bambu berkisar 1 – 1,5 bulan.
Chemist
- Dilakukan pembasmian dengan mengunakan Gliphosat murni sebanyak 300 cc per kep dan atau 250 cc/kep ditambah Ally 2,5 - 3 gr/kep.
- Atau dengan menggunakan starlon 665 EC sebanyak 200 ml/kep ditambah kleen up 200 ml
- Campuran Starlon 200 ml dan solar 200 ml/keps layak di coba.
- Pada kondisi bambu yang pertumbuhan ataupun rumpun besar tidak bisa mati sekaligus perlu dilakukan koreksi aplikasi stelah 21 hari kedepan. Dengan norma bahan tetap.
Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida garlon atau metsulindo. Untuk penggunaan garlon dosis adalah 250 ml/ ha sedangkan jika menggunakan metil metsulfuron maka dosisnya adalah 75 gr/ha.
4. Pengendalian Pakis (paku-pakuan)
Jenis-jenis pakis yang merugikan, antara lain :
- Dicrapnoteris linearis
- Stenochlaena palustris
- Pteridium osculentum
- Lygodium flexuosum
Pengendalian pakis dilakuakan dengan cara kimia yaitu menggunakan herbisida berbahan aktif paraquat dan metil metsulfuron dengan dosisi paraquat 1,5 l/ha dan metil metsulfuron 25 gr/ha.
5. Pengendalian Keladi liar (Colocasia spp dan Caladium spp)
Keladi liar yang sering tumbuh di rendahan umumnya sulit dimusnahkan. Hal ini karena disamping daunnya berlilin juga berumbi.
Metode yang efektif untuk mengendalikan keladi liar adalah dengan penyemprotan herbisida Ally 20 WDG (konsentrasi 0,03 %) + Indostick (konsentrasi 0,2 %) dengan alat CP-15 atau Solo, nozel cone.
6. Pemeliharaan Piringan, jalan rintis dan TPH
Piringan, jalan rintis (jalan panen), dan TPH merupakan sarana penting dalam kegiatan produksi dan perawatan tanaman kelapa sawit sehingga perlu secara berkesinambungan dirawat dengan cara manual dan/ atau memakai herbisida supaya berfungsi sebagaimana mestinya.
- Piringan adalah tempat aplikasi penaburan pupuk dan menampung tandan buah dan berondolan yang jatuh ketika panen.
- Jalan rintis merupakan sarana jalan yang dilewati pekerja untuk mengangkut buah ke TPH dan lain-lain pekerjaan operasional (perawatan tanaman, sensus dsb.).
- TPH (tempat pengumpulan hasil) dipakai meletakkan buah hasil panen sebelum diangkut ke PKS.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Soedarsan, Basuki, Soemantri Wirjahardja, Mien Rifai. 1984. Pedoman Pengenalan Berbagai Jenis Gulma Penting Pada Tanaman Perkebunan. Jakarta.
Rambe,T.D., Lasiman Pane, Sudharto Ps., Caliman, J.P. 2010. Pengelolaan Gulma Pada Perkebunan Kelapa Sawit di PT. Smart Tbk. Jakarta.
Ditjenbun. 2008. Pendataan Kelapa Sawit Tahun 2008 secara Komprehensif dan Objektif. http://ditjenbun.deptan.go.id. [17 Mei 2013].
Hakim, M. 2007. Agronomis dan Manajemen Kelapa Sawit : Buku Pegangan Agronomis dan Pengusaha Kelapa Sawit. Lembaga Pupuk Indonesia. Jakarta. 305 hal.
Mangoensoekarjo, S., dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal.
Minamas. 2009. Vademicum Minamas. Minamas Plantation. Jakarta. 352 hal.
Nasution, U. 1981. Prosiding Konferensi VI Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. HIGI. Medan. Hal. 193-210.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal.
Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta. 194
Anonimous. 1997. Studi Tentang Perkebunan dan Pemasukan Minyak Kelapa Sawit Indonesia. International Contect Bussines System, Jakarta.
Lumbangaol, Pendi.2001. Pedoman Pembuatan Dosis Pupuk Kelapa Sawit . Penebar Swadaya. Jakarta
Risza, Suyatno.1997.Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Setyamidjaja, Djoehana.2006.Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius:Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment