Detil Survey dan Block Design merupakan sebuah perencanaan terintegrasi yang mempertimbangkan banyak aspek untuk membangun sebuah perkebunan yang pada akhirnya akan menyajikan Rancangan Tata Ruang Perkebunan berupa data dan peta zonasi (perwilayahan) kebun yang meliputi :
· Luas Efektif Perkebunan
· Luas Kebun Inti dan Luas Kebun Plasma
· Letak Kebun Inti dan Letak Kebun Plasma
· Luas Afdeling/Divisi dan luas Blok kebun.
· Terrain
· Jenis Tanah
· Sistim Jaringan Jalan dan transportasi FFB
· Lokasi Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
· Rencana Pelabuhan
· Kompleks Pemukiman, Bangunan Kantor dan bangunan lain
· Rencana Konservasi Tanah dan Air.
· Area Penyangga
· Rencana Kedepan untuk kepentingan Operasional.
Pelaksanaan survey akan meliputi :
1. Survey Identifikasi Wilayah yang Dilarang untuk dijadikan Kebun
a) Wilayah komunitas lokal (Kampung, fasilitas umum, makam, pasar dll)
b) Wilayah yang dilindungi ( KemiringanTanah dan Sumber Air)
c) Wilayah Konservasi Biodiversity dan kawasan Hutan
Survey Identifikasi Wilayah Terlarang
a) Wilayah Pemukiman Penduduk Lokal
Wilayah Pemukiman termasuk wilayah yang dilarang dibebaskan untuk perkebunan, walaupun bukan masuk kelompok area konservasi dan bukan juga area habitat alami. Namun karena mereka telah menduduki wilayah adat/ ulayat secara turun temurun dan telah hidup, bermukim, berburu dan bercocok tanam di daerah tersebut maka mereka harus dilindungi.
Agar hubungan sosial dapat terjalin baik, seluruh kawasan mereka harus dikeluarkan dari rencana tata ruang kebun, terutama yang sudah menjadi perladangan, sawah, sumber air minum dan penggunaan lainnya. Batas wilayahnya harus diukur melalui konsultasi dengan ketua masyarakat setempat dan patok batas dibuat permanen dengan disaksikan oleh perwakilan mereka.
Masyarakat desa dapat tetap tinggal berdampingan dengan lokasi kebun, bisa memperoleh tambahan penghasilan dari perkebunan dan terus melestarikan budaya lokal. Langkah ini merupakan salah satu komponen penting dalam membangun perkebunan yang berkelanjutan.
b) Wilayah yang dilindungi ( KemiringanTanah dan Sumber Air)
Wilayah Lereng yang kemiringannya diatas 15 derajat ( = 33%) atau daerah yang mudah terkena erosi.
Demikian juga wilayah yang terdapat disepanjang tepi sungai ( 100 m tepi kiri dan kanan) dan danau atau rawa dalam harus dikeluarkan dari kawasan perkebunan untuk dijadikan daerah penyangga.
Wilayah seperti ini seringkali menjadi sumber air bagi pemukiman masyarakat setempat.
Manajemen perkebunan di wilayah dengan kondisi seperti ini, harus fokus untuk mejaga kerusakan akibat erosi maupun pencemaran sumber air masyarakat. Salah satu tindakan untuk mengatasi lereng seperti tersebut diatas adalah membuat teras teras yang sesuai dan semestinya.
.
c) Wilayah Konservasi Biodiversity dan Kawasan Hutan
Koservasi Biodiversity merujuk pada upaya menjaga habitat flora dan fauna, penguatan re-kolonisasi dari degradasi akibat pembukaan lahan and membangun koridor biodiversity untuk terjadinya pertukaran genetis. Area seperti ini harus dikeluarkan dari tata ruang kebun untuk menjadi tempat berkembangnya spesies liar dan jenis vegetasi yang nyaris punah (seperti hutan bakau/Mangrove, Kerangas, Rafflesia/Tetrastigma, pohon Sialang tempat lebah membuat sarang).
2. Survey Wilayah Produksi
Setelah semua wilayah terlarang sudah dikeluarkan dari rencana tata ruang kebun, maka yang tinggal adalah wilayah produksi untuk dijadikan kawasan perkebunan kelapa sawit.
Pada umumnya, wilayah produksi yang tinggal berkisar antara 60 hingga 70 % dari total wilayah pencadangan yang ada.
Wilayah produksi dengan kemiringan lereng kurang dari 15 derajat (= 33%), dapat segera ditata kedalam blok blok kebun tergantung jenis tanah dan topografinya.
a) Perencanaan tata letak kebun ( Inti dan Plasma )
Komposisi luas lahan Inti dan lahan Plasma merupakan salah satu dasar perencanaan tata ruang kebun.
Sasaran umum
Sasaran umum dari rencana tata ruang perkebunan adalah untuk tujuan ekonomi, kemudahan rencana operasional dan pelestarian lingkungan yang berkaitan dengan erosi, pemiskinan tanah dan pemadatan tanah.
Sasaran spesifik :
• Menjaga wilayah terlarang dari kepentingan yang terkait dengan Tata Ruang perkebunan.
• Menetapkan tata cara pembukaan hutan dan ata cara penyiapan lahan di daerah lereng.
• Menetapkan lokasi kebun Plasma dan kebun Inti termasuk ukuran luas dan batas batasnya sesuai komposisi luas Inti Plasma berdasarkan potensial “plantable” area.
• Menetapkan ukuran dan tata letak blok kebun Inti serta batas area Divisi.
• Menetapkan ukuran dan tata letak kapling kebun plasma serta pengelompokannya.
3. Survey Tanah
Ketersediaan hara dan pH tanah di lokasi studi akan di analisa melalui pengambilan perwakilan sampel tanah untuk di uji di laboratorium Tanah. Pemeriksaan tanah dan kesesuaiannya ditujukan untuk kepentingan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan.
4. Survey Topografi
- Survey topografi hanya perlu dilakukan di area bergelombang hingga berbukit dengan berpedoman pada peta topografi yang telah ada sebelumnya sebagai konfirmasi.
- Wilayah produksi dikelompokan kedalam katagori kemiringan tanah, yakni Datar, dengan kemiringan 0 – 5 derajat, Bergelombang dengan kemiringan 5 – 15 derajat dan Berbukit dengan kemiringan > 15 derajat.
- Area berbukit merupakan area yang mudah terjadi erosi. Oleh karenanya pembuatan teras menjadi keharusan sebelum mulai menanam kelapa sawit. Ini merupakan cara praktis dalam melakukan metoda koservasi tanah di daerah perbukitan.
5. Survey Daerah Rendahan
Survey daerah rendahan, terutama daerah gambut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kedalaman gambut tidak lebih dari 3 meter dan tinggi serta lama genangan perlu diketahui sebelum menetapkan pola penyiapan lahan untuk kelapa sawit.
6. Survey Block Design
- Penetapan tata letak Blok Kebun dan Jaringan Jalan
Ukuran blok kebun secara praktis dan umum dilakukan adalah 30 hektar dengan rata rata pohon per hektar sekitar 136.
Pembuatan design blok kebun selalu dibarengi dengan pengaturan jaringan jalan tanpa mempertimbangkan variabilitas tanah namun memperhitungkan pola tanam arah utara selatan.
Bentuk blok kebun diwilayah tertentu seperti di perbukitan atau yang berbatasan dengan daerah aliran sungai dapat menyesuaikan dengan batas alam atau bentuk teras yang ada.
Di area dengan tingkat kesesuaian yang rendah, sebaiknya tidak ditanami namun dirancang untuk pemukiman atau lainnya.
LAPORAN
Data Spasial
Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Informasi lokasi atau informasi spasial.
2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial
Dalam Sistim Iinformasi Geografi (SIG), data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
1. Vektor
Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/point (node yang mempunyai label), dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
2. Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya
Sebagaimana telah kita ketahui, SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Sumber data tersebut antara lain adalah :
1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dan sebagainya.)
Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin dsb. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format vektor.
2. Data dari sistem penginderaan jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dan sebagainya).
Data pengindraan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.
3. Data hasil pengukuran lapangan.
Contoh data hasil pengukuran lapangan adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri.
4. Data GPS.
Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vector.
Pemasukkan data spasial dari sumber – sumber di atas ke dalam SIG, antara lain:
1. Digitasi
Metodelogi Analisa spasial
Analisa spasial mampu menganalisis hubungan spasial antar object. Melalui analisis data spasial kita dapat melakukan hal – hal yang sederhana seperti menampilkan dan query data sampai pada hal yang kompleks
Analisa spasial mampu menganalisis hubungan spasial antar object. Melalui analisis data spasial kita dapat melakukan hal – hal yang sederhana seperti menampilkan dan query data sampai pada hal yang kompleks
Format Rencana dan Gambar Peta
1. Informasi lokasi atau informasi spasial.
Contoh yang umum adalah informasi lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi.
2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial
Suatu lokalitas bisa mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengan jenis vegetasi, populasi dan sebagainya
Format Data Spasial
Dalam Sistim Iinformasi Geografi (SIG), data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
1. Vektor
Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/point (node yang mempunyai label), dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
2. Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya
Sumber Data Spasial
Sebagaimana telah kita ketahui, SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Sumber data tersebut antara lain adalah :
1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dan sebagainya.)
Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin dsb. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format vektor.
2. Data dari sistem penginderaan jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dan sebagainya).
Data pengindraan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.
3. Data hasil pengukuran lapangan.
Contoh data hasil pengukuran lapangan adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri.
4. Data GPS.
Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vector.
Sistem Pemasukan Data
Pemasukkan data spasial dari sumber – sumber di atas ke dalam SIG, antara lain:
1. Digitasi
2. Penggunaan GPS
3. Konversi dari sistem lain
Metodelogi Analisa spasial
Metodelogi yang digunakan adalah metodelogi analisa spasial atau yang disebut juga dengan pemprosesan geoprocessing. Analisa data spasial pada thame baru mampu menghasilkan informasi baru yang sangat bermanfaat.
Analisa spasial mampu menganalisis hubungan spasial antar object. Melalui analisis data spasial kita dapat melakukan hal – hal yang sederhana seperti menampilkan dan query data sampai pada hal yang kompleks
Metodelogi Analisa spasial
Metodelogi yang digunakan adalah metodelogi analisa spasial atau yang disebut juga dengan pemprosesan geoprocessing. Analisa data spasial pada thame baru mampu menghasilkan informasi baru yang sangat bermanfaat.
Analisa spasial mampu menganalisis hubungan spasial antar object. Melalui analisis data spasial kita dapat melakukan hal – hal yang sederhana seperti menampilkan dan query data sampai pada hal yang kompleks
Pengelompokan Zonasi (Wilayah)
Pengelompokan kelas lereng tersebut didapat dari interpretasi citra (foto udara) dengan alat pembantu Paralaks (untuk mengukur beda tinggi) dan dilengkapi dengan peta kontur (peta topografi skala 1 : 25.000). Rumus penentuan besarnya lereng adalah perbedaan tinggi (garis kontur) dibagi panjang (jarak datar) kali 100 = % lereng. Berdasarkan rumus tersebut maka untuk lereng <8% di peta untuk lereng 8 – 15% adalah 0.667 – 1.25 cm atau 1.667 – 312.5 m di lapangan, untuk lereng > 40% adalah < 0.25 cm atau < 62.5 m dilapangan.
Daerah dengan lereng < 3% dengan jenis tanah gambut termasuk zona V, jenis tanah dengan kandungan garam atau sulfat yang tinggi termasuk zona IV sedangkan jenis tanah yang berkembang dari pasir kwarsa dikelompokkan ke dalam zona VII.
Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 7 zona agro ekologi sebagai berikut :
Daerah dengan lereng < 3% dengan jenis tanah gambut termasuk zona V, jenis tanah dengan kandungan garam atau sulfat yang tinggi termasuk zona IV sedangkan jenis tanah yang berkembang dari pasir kwarsa dikelompokkan ke dalam zona VII.
Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 7 zona agro ekologi sebagai berikut :
1. Zona I
adalah wilayah dengan lereng > 40% dengan tipe pemanfaatan lahan adalah untuk kehutanan (Dilarang untuk perkebunan).
2. Zona II
adalah wilayah dengan lereng > 40% dengan tipe pemanfaatan lahan adalah untuk kehutanan (Dilarang untuk perkebunan).
2. Zona II
adalah wilayah dengan lereng 15 – 40% dengan tipe pemanfaatan adalah untuk perkebunan .
3. Zona III
adalah suatu wilayah dengan lereng 8 – < 15% dengan tipe pemanfaatan adalah untuk Perkebunan
4. Zona IV
adalah suatu wilayah dengan lereng 0 – < 8 % dengan tipe pemanfaatan adalah tanaman pangan atau perkebunan.
5. Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng < 8 % dengan jenis tanah gambut dengan tipe pemanfaatan lahan adalah tanaman hotikultur atau perkebunan (gambut dangkal dengan ketebalan ≤ 2 m) atau kehutanan (gambut dalam ketebalan > 3 m) atau Dilarang untuk Perkebunan.
6. Zona VI
adalah suatu wilayah dengan lereng < 8% dengan jenis tanah yang mengandung sulfat yang tinggi (sulfat masam) atau kandungan garam yang tinggi dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan.
7. Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng < 8% dengan jenis tanah yang berkembang dar tanah kuarsa dengan tipe pemanfaatan lahan adalah kehutanan a. Semua Gambar Peta dengan skala of 1 : 50.000
8. Gambar Peta :
8. Gambar Peta :
b. Gambar Peta Block Design dengan skala 1 : 25.000
Format Rencana dan Gambar Peta
Semua gambar peta dibuat diatas kerta ukuran A1 kecuali yang diminta khusus. Semua legenda dan symbol
dalam perencanaan di standarisasi Pengambaran :-
Warna Layers
Putih Fasilitas Umum; Existing Slope
Merah-muda Sungai; Contours & Spot Level
Hijau Jalan
Kuning Jembatan
Merah tua Batas dan Rencana Jalan
2. Pemasangan Patok Beton dilapangan
3. Uraian dan Penjelasan Tata Ruang secara Tertulis
4. Tabel data berupa:
- Plantable Area (Zona Lahan Tanam).
- Iklim dan Curah Hujan
- Kelas Tanah.
- Jarak Tempuh.
- Pemerintahan Desa
- Kependudukan
- Peta lokasi pemasangan Patok lengkap dengan Foto
- Peta lokasi pemasangan Patok lengkap dengan Foto
- Dan lain lain
No comments:
Post a Comment